Oleh : Salsabilah Zuhdiyawati

Perkenalkan, namaku Adnan Husein. Aku tinggal di salah satu daerah di kota Bandung. Sekarang aku sedang menempuh pendidikan Ilmu Komputer di Universitas favorit di kota Malang. Aku adalah anak tunggal yang kini hanya memiliki orang tua tunggal, yaitu ibuku. Ayahku meninggalkanku ke surga sewaktu aku masih duduk di bangku SMA. Aku sangat terpukul waktu itu, untung aku memiliki ibu yang sangat hebat, dia selalu memberiku semangat untuk tidak terus-menerus termenung.

“Nak, ibu tahu kamu sangat kehilangan ayah. Tapi mungkin ayah di sana ingin melihat anaknya bangkit dan bisa meraih cita-citanya,” kata ibu menemaniku di sudut kamar. “Ibu pun sangat kehilangan ayah. Tapi ibu tidak mau membebani ayah di sana karena ibu terus terhanyut dalam kesedihan,” sambungnya.

“Tapi a..a..aku tidak yakin bisa melangkah tanpa semangat dari ayah lagi sekarang, Bu” jawabku dalam pelukan ibu.

“Ibu yakin, bahkan ayah pun di sana pasti yakin kamu bisa melewati semua ini,” jawab ibu sambil mengusap air mataku yang mulai mengering.

Beberapa waktu berlalu, aku pun diterima di salah satu universitas favorit di kota Malang dengan mengambil jurusan Ilmu Komputer. Ini berkat doa ibuku.

Setelah semua itu, aku pun berkemas untuk keberangkatanku ke kota Malang besok pagi. Namun, di sela malam aku termenung memikirkan ibu. Awalnya aku ragu untuk mengambil kesempatan kuliah ini, mengingat aku harus menggalkan ibuku sendiri di rumah. Saat malam, tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu kamar.

“Nak, sudah tidur? Ibu boleh masuk?” suara ibu di balik pintu.
“iya, bu, masuk saja pintunya gak dikunci, kok,” balasku.

Lalu ibu masuk dan melihatku yang sedang memikirkan sesuatu. Ibu menghampiriku sambil membawakan teh hangat untukku.
“Ini buat kamu” Ibu memberi sambil duduk di kasurku. Aku meminum teh hangat dari ibu.
“Kamu sedang memikirkan apa, Nak” tanya ibu padaku.
“Aku tidak memikirkan apa-apa kok, Bu,” jawabku dengan pandangan ke bawah.
“Ibu bisa melihatnya dari matamu, Nak. Apa yang kamu pikirkan?” tanya Ibu.
“Aku hanya sedang memikirkan jika aku pergi kuliah di Malang, berarti aku harus meninggalkan ibu di sini sendiri,” jawabku dengan mata yang berkaca-kaca. “Aku sejujurnya tidak ingin meninggalkan ibu sendiri di sini,” sambungku dengan air mata yang mulai jatuh.
“Ya Allah, Nak. Ibu tidak apa-apa di sini, lagian di sini kan ada mbak yang nemenin ibu. Jadi kamu tidak perlu khawatirkan ibu di sini, Ya,” balas Ibu dengan memelukku.

***

Keesokan paginya aku pun pamit pada Ibu untuk berangkat melanjutkan pendidikanku di kota orang. Dalam perjalanan, aku bergumam dalam hati sambil melihat keluar jendela kereta.
“Ternyata benar, hal-hal yang ibu ajarkan padaku melalui nasehatnya mungkin tidak akan aku temukan di bangku sekolah manapun. Terimakasih, Bu, aku berjanji akan membahagiakanmu selagi napasku masih berhembus,” gumamku dalam hati.

Siman,  Agustus 2021

*Penulis saat ini masih duduk di kelas X MIPA -1 SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan