Oleh : Syahidatul Khoiriyah*

Dia sosok perempuan yang sangat istimewa. Tutur katanya begitu indah. Ingin selamanya bersama dengannya. Tapi ada sebuah perjuangan yang memaksa kita berpisah, perjuangan yang tidak tahu kapan selesainya, demi membenahi moral dan bekal hidupku untuk selamanya. Mungkin aku sangat sulit untuk berpisah dengannya tapi aku akan membulatkan tekad untuk menentukan pilihanku, karena hidupku besok akan lebih penting daripada kesenangan sesaat saja. Dan keputusanku sudah meluncur

Berpisah tidaklah mudah. Semuanya berubah, sangat berubah. Mulai dari pertama, yang kutemui setelah membuka mata dari yang biasanya ada yang menyiapkan makan dan perlengkapanku, yang setiap harinya kutemui, bercanda, nonton tv, dan sebagainya selalu bersama, tapi semuanya tidak seperti itu lagi, Sekarang semuanya kulakukan bersama teman-teman yang sebelumnya belum pernah kukenal.

Banyak pelajaran berharga yang kudapatkan. Awal perjuanganku adalah membiasakan diri dari hal-hal sederhana yang belum pernah kulakukan, seperti mencuci baju sendiri, harus antri ketika akan mandi, mengikuti semua agenda kegiatan pesantren dan lain-lain. Namun meski berat, semuanya kulakukan dengan niat ikhlas, berharap esok hari mendapatkan keberkahan. Seringkali beberapa rintikan air mata menggenang di dua pipi, bahkan sampai tidur pun, rintikan tangis masih meluncur deras. Aku tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa semuanya terasa berat seperti itu. Dan hari demi hari pun kulalui. Banyak pengalaman baru yang kudapatkan.

Hari yang melegakan tiba. Aku menengok ke depan dinding tertutup, suasananya begitu damai. Di sana kujumpai seorang lelaki dengan mengendarai sepeda kebanggaannya. Ia lalu menyapaku, aku pun menjawabnya dengan sangat riang dan gembira. Ia memberiku sebungkus jajanan dari rumah. Meski jajanan itu tidak begitu kusuka namun kedatangannya selalu kuharapkan. Ia adalah kakakku.

Ia sebentar saja menemuiku karena ada kepentingan lain yang harus didatanginya. Sebelum berpamitan, ia melontarkan pertanyaan,” Sudah betah, enak, Kan?” ucapnya sambil tersenyum.
Aku bingung menjawabnya karena sebenarnya aku masih belum begitu betah tinggal di pesantren. Akhirnya aku pun pulang ke rumah dengan sangat riang karena akan bertemu kembali dengan seseorang perempuan istimewa yang aku rindukan selama ini.

*Penulis yang kerap disapa “Mbak Syahida” ini dilahirkan di Lamongan, 23 Maret 2005. Ia pernah belajar di SMP Bp Simanjaya (2020) dan ia sekarang sedang belajar di SMA UNGGULAN BPPT ALFATTAH LAMONGAN dan tinggal di Ponpes Al Fattah 2 bersama teman – temannya. Ia adalah orang yang tetap setia berusaha untuk tersenyum walau di kondisi dan situasi apapun.