Oleh : Ki Ans

Peningkatan kualitas diri bisa diperoleh dari (sumber) manapun, kepada laut kita peroleh makna tegarnya kehidupan. Belajarlah kepada disiplin semut yang dengan relanya berantri, sehingga berbaris memanjang bagaikan ular. Belajarlah kepada ikan yang hidup di laut, sekalipun airnya asin tapi tidak sedikitpun menggarami ikannya.

Warung kopi dengan corak ragam yang hadir adalah nuansa khas, yang apabila sedikit waktu mengkontemplasikannya ternyata adalah suatu media yang strategis untuk mendiskusikan beberapa hal. Banyak hal sulit dicarikan titik temunya, di tempat-tempat bergengsi dan VIP, ternyata di warung kopi yang posisinya bersanding dengan air dan lumpur, masalah menjadi mencair.

Warung kopi sering diiedentikan sebagai tempat tongkrongan anak muda yang sedang mengalami dis-orientasi kehidupan, tidaklah berlebihan jika dikatakan, sekarang sedang bertransformasi sebagai wadah penguatan anak manusia. Menjamurnya cafe literasi, cafe diskusi, dan kajian-kajian akademik dengan cafe sebagai lokusnya adalah fenomena menggembirakan bagi pegiat warung kopi.

Banyak ragam cerita dari para penikmat kopi, yang berasal dari macam-macam latar belakang, yang sangat berharga bagi kehidupan. Gelisahnya petani, tentang hasil panen dari sebuah proses yang melelahkan, penuh dengan kucuran keringat, adalah sebuah perjuangan hidup yang tidak ringan. Tidak berimbangnya cost produksi dan hasil produksi bagi petani adalah tema yang selalu menjadi bahan obrolan para petani. Fenomena tersebut, menarik utk dicermati, artinya belum ada realitas keberpihakan dari negara secara serius bagaimana membuat para petani bisa senyum bahagia.

Pelajaran warung kopi dari fenomena di atas adalah betapa hidup itu adalah perjuangan tanpa lelah, yang memang tidak boleh berhenti, harus terus bergerak, sebagaimana subtansi dari tanda kehidupan itu adalah gerak, bergerak dan menggerakkan. Menafikan gerak dari proses kehidupan sama dengan kematian, kata orang jawa “urip iku kudu gerak”, planet-planet di alam semesta ini juga bergerak sesuai taqdirnya.

Mencoba sedikit tengok filosofi jawa yang mengatakan:
” Urip iku terus mlaku, bebarengan karo wektu, sing bisa gawa lakumu, supaya apik nasibmu.” (Hidup itu terus berjalan, bersamaan dengan waktu, yang bisa membawa tingkah lakumu, biar nasibmu baik).
Kombinasi kopi dan gula, antara pahit dan manis melahirkan aroma yang memikat para penikmat kopi.
Sudut pandang akan pahitnya kopi,yang kemudian dijadikan justifikasi akan pahitnya, sebagai alasan logis utk menjauhinya merupakan pandangan yang kurang komprehensif. Suatu gambaran tentang kehidupan,yang untuk menilainya tidak hanya sekedar didasarkan stigma “hitam-putih”, tapi menuntut hadirnya instrument-instrument lain, agar suatu pandangan menjadi utuh dan objektif. Narasi yang lahir dari warung kopi adalah narasi kehidupan, tanpa kepentingan apapun lebih-lebih power interest, dialog yang terbangun adalah ekspresi gugatan yang tak terdengar dan warung kopi sebagai tempat yang ramah untuk memediainya.

 

*Penulis adalah pegiat diskusi dan literasi “Majelis Al Qohwah”.