Oleh : Ki JD

Selepas nyruput secangkir wedang bersama teman seperngopian, ada semilir ‘pangerten’ dari serangkaian kalimat di bak belakang truck dobel yang terbaca olehku saat sedang memacu belalang tempur dalam perjalanan pulang dari ngarit. Susunan kalimatnya padat nan bernas, “Sing Penting Obah”.

Sekilas, aku jadi teringat kata-kata dari cak Gareng saat berkesempatan ngopi bareng tempo hari di warkop sor asem.
“Urip kudu urup tur murup, Kang,” ujarnya sambil melolos sebatang rokok cap Djinggo.

Urup bisa berarti ijol, menukar sesuatu dengan sesuatu. Maka tidak heran jika jaman dulu, ketika “Dunia dalam Berita” masih tersiar di televisi hitam putih, untuk bisa mendapatkan glali dari si mbok penjualnya, tidak harus membelinya dengan uang, tetapi bisa juga diijoli opelan jagung. Juga, ketika ada tukang ngrosok, hanya dengan sebundelan rambut kepala yang berondol saja sudah bisa mendapat kerupuk puli sak layar-layar.

Adapun “murub”, sepertinya senada dengan tulisan di bak truck, yaitu “obah”. Keduanya menyimpan definisi proses yang dinamis. Sesuatu yang murub tentu tidak padam, sesuatu yang obah tentu tidak diam.
“Jam gandul kalau tidak gondal-gandul berarti bisa dipastikan jam tersebut is dead, you know?”ucap Cak Gareng lagi. Aku mengangguk saja mengiyakan. Panakawan satu ini memang suka menggunakan bahasa luar negeri. Maklum, cak Gareng pernah merantau, lebih tepatnya komet, di negara Enggres. Bahkan ketika pulang, oleh-oleh yang dibawanya adalah khas dari negeri Inggris, yakni segepok kunci Inggris.

“Obah juga bisa berarti ikhtiar ya, Cak?” Aku menambahkan. Cak Gareng gantian mengangguk. “Itu bahasamu yang pernah makan dampar pesantren, Kang.”
Aku jadi teringat sebuah al mahfudzot, “Al himmatu anta muharrikuha.” Sampan cita-cita harus didayung, digerakkan. Dan diri kita ini adalah punjer sumber energi geraknya.

Belum selesai diskusi dengan cak Gareng, terdengar suara sumbang cak Petruk dari bilik sepi di atas kali. Rupa-rupanya, panakawan kantong bolong sedari tadi telah menguping pembicaraanku dari pangkringannya.
“Wong mati ora obah, yen obah medeni bocah, yen urip …. ”
“Ayo ngibadaaahh…..” Cak Gareng menyahut.

Ngopi duwur kali, 11 Okt 21

*Penulis bisa dijumpai di gubuk maya “Nandur Wacana, Cangkir Literasi dan Mbah Jogo”.