Oleh : Drs. H. Masnif. S. H. M. Ag.*

Maksud dari tulisan ini tak lain, sebaiknya semua ibadah kita baik Ibadah Mahdhoh, seperti Sholat, Puasa dan sebagainya, juga ibadah yang ghoiru mahdhoh, misalnya berperilaku baik kepada sesama,
lebih elok jika dilakukan dengan ihlas, tanpa ingin diketahui orang, tanpa ingin dipuji manusia.

Tetapi, ada juga perilaku ibadah yang dibolehkan untuk dipublikasikan, apabila dengan tujuan sebagai berikut :
1. Memberi pelajaran dan pendidikan yang baik pada umat.
Rosululloh, pernah bersabda, “Berbuat baiklah, serta bertanggung jawablah pada keluargamu karena sesungguhnya aku adalah sebaik-baik manusia yang bertanggung jawab dan berbuat baik pada keluarga.”

Ucapan Nabi ini bukan pamer, bukan riya’ atau memperlihatkan kebaikan beliau,tetapi untuk mendidik ummat.

2. Memberi motivasi dan menyemangati agar orang lain lebih semangat berbuat baik.
Misalnya, ketika ada panitia pembangunan Masjid yang meminta shodaqoh, infaq atau jariyah uang anda untuk pelaksanaan pembangunan masjid tersebut. Lalu, anda diminta menulis jumlah sumbangan shodaqoh jariyah anda di kolom format yang telah disediakan oleh panitia, maka anda diperbolehkan menulisnya. Ini demi memberi semangat pada para penyumbang yang lain dan menghilangkan tuduhan bahwa anda seorang yang pelit. Begitu juga dalam hal pungutan zakat mal atau harta.

Allah berfirman, “Khudz min amwaalihim, shodaqotan, tutohhiruhum wa tuzakkiihim bihaa” (Q. S. Attaubah : 103). Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka untuk membersihkan dan menyucikan harta mereka dengan zakat tersebut”.

Pada kalimat “ambillah dari sebagian harta mereka”, Ini dikandung maksud, harus ada data, pembukuan, jumlah harta muzakki (Orang yang wajib zakat) dan juga ada Laporan. Jika berbicara Laporan, sudah pasti ada tulisan. Maka, Sangat dianjurkan dalam hal kelola zakat haruslah ada laporan atau publikasi baik jumlah dari siapa yang berzakat maupun bagaimana pendistribusiannya.

Namun Untuk hal-hal shodaqoh, infaq biasa, lebih mulia jika dirahasiakan. Dalam hadits disebutkan kelak ada orang yang besuk mendapat naungan Allah di hari qiyamat disaat tidak ada naungan selain dari Nya.

Antara lain, Orang yang bershodaqoh secara “akhfaa, khattaa laa ya’lamu syimaaluhu maa dzaa yunfiqu yamiinuhu.” Artinya, “Orang yang berinfaq secara sembunyi atau rahasia sehingga tidak tahulah tangan kirinya apa yang diinfaqkan lewat tangan kanannya.”

Namun bukan berarti orang yang berinfaq secara terang-terangan kemudian tidak mendapat kebaikan. Firman Allah dalam surat Al Fathir ayat : 29.
“Wa anfaquu mimmaa rozaqnaahum sirron wa alaaniyatan, yarjuuna tijaarotan lan tabuur. ”
Artinya : “Orang Orang yang berinfaq dari sebagian dari rizki mereka, baik secara sembunyi maupun secara terang-terangan, mereka itulah orang yang mengharap perdagangan dengan Allah yang tidak akan merugi.”

*Penulis adalah aktivis pendidikan, dakwah dan seni