Oleh : Drs. S. Helmy T, M.Psi., M.Pd.*

Dikulumnya tiap ludah pada rahimnya. Lalu rimbun senyuman menebar pada tamantaman penuh kembang. Ia memang susah melupakan tapi mudah memaafkan. Dicatatnya tiap nanah luka pada keheningan tilawah. Lalu isaknya membasahi seluruh keping sajadah. Mengadu Tuhan lebih tenang, katanya karena setiap orang yang ia temui tak semuanya ikhlas memberi hati

Bercakapcakap ia dalam keheningan. Sendiri bisa mati tapi kesetiaan yang akan menghidupkan berulangkali. Dalam Tuhan siapa bisa mengalahkan. Lalu pelanpelan ia kumpulkan keberanian itu. Ia benamkan zikir itu pada harum dada penuh cinta. Sungai adalah karibnya tiap malam tiba. Ketika bulan berpendaran di jantungnya ia tak pernah merasa pongah. Merasa paling berwarna dari setiap bunga. Merasa cahaya daripada kejora

Perempuan itu lalu menyiapkan kamar penantian. Tempat ia menunggu kekasihnya dengan rimbun cinta di dada. Alis matanya tersipu. Jatuh satusatu dalam bulir wewangian penuh wudhu. Adakah wewangian yang bisa mengalahkan perempuan yang sedang kasmaran. Pintu tertutup Yusuf pun tak malu diketuk. Lelaki tampan pujaan bulan. Di dadanya degup kencang berhamburan: kekasihku jangan tinggalkan tiap sepi malamku karena pada sekian zikirku tak pernah aku mau mengecewakan Tuhanku

SHT, 141121
#RumahSeni_AstiRadmila

*Penulis adalah guru Bahasa Indonesia SMA UNggulan BPPT Al Fattah Lamongan dan Pendiri dan pengasuh Rumah Seni AstiRadmila